PANDANGAN ISLAM TERHADAP NEGARA INDONESIA DI INDONESIA


MAKALAH ISLAM DAN BUDAYA LOKAL
PANDANGAN  ISLAM  TERHADAP NEGARA INDONESIA
DI INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN
Dikalangan umat Islam sampai sekarang terdapat bebrapa aliran tentang hubungan antara Islam dan ketatanegaraan. Yang pertama berpendirian bahwa Islam bukanlah semata-mata agama dalam pengertian barat, yakni hanya menyangkut hubungan antara manusia dengan Tuhan, sebaliknya Islam adalah satu agama yang sempurna dan yang lengkap dengan pengaturan bagi segala aspek kehidupan manusia termasuk kehidupan bernegara.
Negara menurut Islam merupakan Negara rasional yang ditegakkan di atas sendi akidah Islam dan hukum serta peraturan yang ditumbuhkannya. Jadi ia bukanlah Negara keaderahan yang dibatasi suku, jenis atau ras. Oleh sebab itu, tidak ada keistimewaan berdasarkan warna kulit, jenis atau daerah. Dalam Islam ini diwujudkan dengan Ukuwah Islamiyyah.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Penegakan Syari’ah dalam kehidupan dalam kenegaraan

Dalam konteks tata negara, nomokrasi Islam sebagai kekuasaan tertinggi. Jika dikaitkan dengan Islam sebagai suatu komunitas baik agama maupun negara maka makna yang muncul adalah kedaulatan hukum Islam sebagai penguasa tertinggi atau yang lebih dikenal dengan supremasi syari’ah.
Islam pada hakikatnya memiliki kebajikan-kebajikan dan kualitas yang dapat memenuhi aspirasi-aspirasi spiritual dan material manusia. Islam memberikan sebuah hukum yang komprehensif untuk membimbing manusia. Islam tidak menghendaki adanya penginstitusian agama sebagai otoritas mutlak. Islam tidak menghendaki berlakunya dua macam hukum dalam masyarakat. Islam hanya memiliki satu hukum yaitu hukum syari’ah yang mencangkup, membimbing dan mengontrol seluruh kehidupan orang-orang yang beriman.
         Secara teologis bagi kaum Muslimin, Islam sebagai agama dipandang sebuah perangkat sistem kehidupan yang kompleks dan mempuni dan diyakini merupakan mekanisme yang ampuh dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan karena sifat kesakralitasnya karena agama Islam berasal dari Tuhan dan sempurna disebabkan karena ia sebuah risalah penutup bagi manusia.
         Ada berbagai sistem politik yang berlaku di dunia Muslim pada awal zaman modern. Beberapa termasuk kerajaan besar, misalnya Kesultanan Utsmaniyyah di Eropa dan Timteng serta Kesultanan Mougul di India yang diperitah oleh sultan. Iran  dipimpin oleh Syi’ah.
         Keberadaan pemimpin dipandang sebagai sebuah syarat yang penting untuk memeliharaan hukum dan masyarakat, oleh karena itu diperlukan seorang pemimpin yang memilki otoritas atau kekuasaan politik.
         Otoritas politik dipahami dalam fiqh sebagi alat untuk mengawasi penerapan risalah Illahi, oleh karena itu, kedaulatan bukanlah milik penguasa atau ulama tetapi milik Kalam Tuhan seperti terjawantahkan ke dalam Syari’ah. Jadi negara Islam ideal bukanlah otokrasi atau teokrasi tetapi nomokrasi(supermasi syari’ah). Negara semata-mata dipahami sebagia wahana untuk mencapai keamanan dan ketertiban dengan cara yang kondusif bagi kaum Muslim untuk menjalankan kewajiban agama. Membuat undang-undang adalah bukanlah fungsi negara( Illahi) mengatasi negara dan bukan suatu negara. Proses hukum hanyalah menyimpulkan hukum dan aturan terperinci dari ketentuan syari’ah yang lebih luas.
Contoh dari penegakan syariah di Indonesia:
        Yaitu perumusan Piagam Jakarta yang menunjukkan sedemikian rupa bahwa keinginan Orang Islam di Indonesia perlu dijamin identitasnya.
Perumusan Piagam Jakarta menunjukkan sedemikian rupa bahwa keinginan orang di Indonesia perlu dijamin identitasnya. Kewajiban mereka melaksanakan Syariat islam perlu dijamin secara konstitusioanal. Ini bukan berarti umat Islam menghendaki pemisahan, melainkan karena posisinya yang mayoritas itulah mereka memerlukan jaminan konstitusional dalam melaksanakan syari‟at agamanya. Apakah sebabnya? Ialah, melaksanakan syariat Islam itu merupakan kewajiban umat islam. Mendirikan negara tanpa ada jaminan terhadap kewajiban melaksanakan syari‟at, memberi kesan kurang kuatnya posisi konstitusional kita di negara ini. Lagi pula, dengan memberikan jaminan konstitusional kepada penduduk mayoritas, stabilitas negara yang akan dilahirkan pasti menjadi sangat lebih terjamin.

B.     Peranan Umat Islam

a)              Pancasila dan umat Islam
Perjuangan umat islam melalui pembentukan organisasi-organisasi masa, baik yang bergerak dalam bidang dakwah, pendidikan, sosial, politik dan lain sebagainya. Banyak tokoh dan para pemimpin umat islam yang telah berjasa dan berperan aktif mereka terlukis dalam sejarah bangsa. Dalam hal dasar negara sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 yaitu pancasila, para pemimpin islam tersebut dengan kebesaran jiwa dan rasa nasionalisme yang tinggi, telah menerima pergantian tujuh kata-kata menjadi tiga kata yaitu Yang Maha Esa, karena adanya rasa keberatan dari golongan Katholik dan Protestan. Persetujuan para pemimpin Islam terhadap pergantian tersebut adalah karena jiwa toleransi dan lapang dada mereka, demi persatuan dan kesatuan bangsa indonesia. Dalam istilah Ilmu Ushul Fiqh persetujuan mereka ini dapat disebut sebagai Ijma’ Sukuti, artinya menyetujui dengan cara diam menerima.
Ummat islam Indonesia sebagai bagian terbesar dari pada bangsa Indonesia mempunyai kewajiban sebagai konsekuensi logis daripada perjalanan sejarahnya dan sejarah perumusan Pancasila itu sendiri, untuk dapat tetap memelihara dan melestarikan pancasila sebagai hasil pengorbanan dalam perjuangannya.
Pembangunan merupakan gerak perubahan pancasila bagi umat islam, hendaknya umat islam lebih memantapkan pemahaman, pemghayatan, dan pengalaman pancasila sebagai suatu kesatuan utuh dan bulat. Umat islam harus dapat mewujudkan dalam kehidupan sehari-hari bahwa sila ketuhanan yang maha esa dari pancasila benar-benar memberi pancaran keagamaan bagi sila-sila yang lain, memberi petunjuk jalan dan bimbingan dalam melaksanakan sila-sila yang lain.
Apabila islam dapat melaksanakan agamanya dengan tepat berarti telah melaksanakan nilai-nilai yang terkandung dal;am pancasila, karena nilai-nilai tersebut pada prinsipnya terdapat dalam ajaran islam. Islam mengajarkan tauhid, kasih sayang sesama manusia, dan mengutamakan kesatuan Indonesia. Islam juga mengutamakan musyawarah dan keadilan sosial. Nilai-nilai pancasila disesuaikan dengan nilai-nilai yang terdapat dalam ajaran islam.
b)      Umat Islam dan Pembangunan
Bangsa indonesia menghendaki keselarasan hubungan antara manusia dengan tuhannya, antara sesama manusia serta lingkungn alam sekitarnya, keserasian hubungan antara bangsa-bangsa dan juga keselarasan antara cita-cita hidup di dunia dan di akhirat.[1]
Tujuan akhir pembangunan adalah kehidupan manusia dan masyarakat yang serba selaras, masyarakat maju dan makmur berdasarkan Pancasila. Tujuan dan cita-cita ini memerlukan perjuangan dengan melaksanakn pembangunan dalam segala bidang serta setiap pelaksana harus memahami pedoman dan landasan pembangunan.
Pembangunan manusia dan masyarakat indonesia harus diperhatikan. Sebab, di tangan orang yang tidak bertanggung jawab maka modal dan akal dapat membahayakan manusia dan masyarakat. Karena itu watak dan moral harus selalu berjalan di depan, membimbing dan memberi arah pada segala kemampuan yang diarahkan dalam melaksanakan pembagunan.[2]
Umat Islam harus bertekad bulat untuk melaksanakan pembangunan dalam segala bidang disertai dengan keikhlasan dan didasari dengan iman kepada Allah SWT.
Pembangunan dan Agama adalah satu nafas. Pembangunan akan membawa kita kepada kemajuan dan agama akan membawa kita kepada kebahagiaan. Dan kemajuan yang penuh kebahagiaan bagi kita semua itu adalah tujuan pembangunan masyarakat indonesia. Agama tanpa pembangunan tidak maju, sedangkan pembangunan tanpa agama akan salah arah.[3]
Apabila pendidikan agama juga seperti halnya pendidikan umum benar-benar dapat ditingkatkan, baik dalam lembaga formal maupun non formal, maka keterbelakangan dan kebodohan bangsa Indonesia dapat dihilangkan. Untuk kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat diperlukan ilmu, oleh karena itu ilmu sangat penting.
c)      Peranan pemimpin Umat Islam dalam Mengamalkan Pancasila
Para pemimpin umat islam di segala bidang dan lapangan pembangunan, mereka hendaknya memberi tauladan yang baik dalam sikap dan perbuatan sehari-hari sesuai dengan ajaran islam sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist yang kemidian sesuai dengan nilai-nilai pemerintahan.
                        Kunci utama bagi para pemimpin umat islam dalam sikap dan tingkah laku dalam kehidupan kenegaraan adalah merasa kagum atas kebesaran Allah SWT, agar dapat melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara dan warga masyarakat.
            Peranan kepemimpinan dalam menghayati dan mengamalkan Pancasila menduduki tempat yang sangat strategis dan menentukan dalam masyarakat indonesia. Oleh karena itu penonjolan sikap dan tindak tanduk seorang pemimpin baik yang menyangkut kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial yang mencerminkan nilai-nilai moral pancasila, akan memberikan pengaruh yang sangat besar pada masyarakat lingkungannya.[4]
                        Pancasila hendaknya dirasakan sebagai sumber kejiwaan masyarakat dan negara Republik Indonesia. Pengamalan Pancasila sebagai perjuangan utama dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan dimulai dari setiap warga negara, penyelenggara negara, terus meluas kesetiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan.
                        Para pemimpin hendaknya mengusahakandengan sungguh-sungguh dan terus-menerus serta terpadu demi terlaksananya penghayatan dan pengamalan pancasila.


         C.     Unsur-unsur Negara Hukum RI

1.      Supremasi Hukum (Supremacy of Law). Adanya pengakuan normatif dan empirik akan prinsip supremasi hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Islam sendiri memiliki hukum tertinggi yaitu Alquran dan Al Hadits sebagai pedoman hukum dalam penyelesaian masalah menurut pandangan Islam.
2.      Persamaan dalam Hukum (Equality before the Law). Adanya persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan pemerintahan, yang diakui secara normatif dan dilaksanakan secara empirik.Islam menggangap di sisi Allah tidak ada perbedaan kecuali taqwa.

3.      Transparansi dan Kontrol Sosial. Adanya transparansi dan kontrol sosial yang terbuka terhadap setiap proses pembuatan dan penegakan hukum, sehingga kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam mekanisme kelembagaan resmi dapat dilengkapi secara komplementer oleh peran serta masyarakat secara langsung (partisipasi langsung) dalam rangka menjamin keadilan dan kebenaran. Nilai-nilai Islam juga mengajarkan kejujuran dalam segi apapun tak terkecuali untuk penegakan hukum. Bahkan Nabi saw tidak pandang bulu terhadap pelaku kejahatan bahkan bahkan itu berasal dari anggota Beliau.

BAB III
KESIMPULAN

Di Indonesia pandangan mengenai kaitan nasionalisme dan islam juga ditentukan. Sebelum Indonesia merdeka, Islam menjadi sumber perlawanan kaum muslim terhadap kaum kolonial. Di alam Indonesia merdeka, Islam menjadi salah satu sumber inspirasi bagi pembangunan bangsa. Para pemikir Islam berusaha menjadikan ajaran Islam sumber etika dan kebijakan nasional. Kendatipun demikian, asas negara Indonesia diterima sebagai sesuatu yang final, namun sampai sekarang pertentangan antara identitas keislaman dan keindonesiaan masih saja diperdebatkan, meskipun dalam skala yang tidak terlalu besar.
Sepertinya untuk menggambarkan kondisi hubungan Islam dan Negara di Indonesia sekarang nampaknya ungkapan Hasan Hanafi cocok untuk dikemukakan disini, bahwa “Agama dalam Islam adalah sistem politik, teori ekonomi dan struktur sosial, namun ini tidak menunjukkan penguasaan negara terhadap masyarakat akan penafsiran terhadap islam. Ini lebih berarti nilai-nilai Islam tidak dapat dipisahkan dari masalah negara, dan nilai yang utama adalah kebebasan memilih terhadap kekuasaan politik, mempertahankan kepentingan umum dan perlindungan suatu bentuk sosial dari diskriminasi antar kelas di dalam masyarakat.


[1] Djaruharuddin, AR, dkk.Peranan Umat Islam.hal:52
[2] Team Pembinaan Penatar dan Bahan-Bahan Penataran, Buku Materi Pelengkap, halaman 50
[3] Ibid, halaman 36
[4] Team Pembinaan Penatar dan Bahan Pegawai Republik Indonesia, Buku Materi Pelengkap Penataran, halaman 52.