Plis Donk, Akh!



Assalamu’alaikum, vira!” suara melengking itu spontan membuatku mendongak. Fahri terlihat sumringah saat melihatku.
“Apa kabar nih? Lama nggak ketemu. Jadi kangen!” seketika langsung mulutku tercekat. Hari gini dia bilang kangen sama aku? Ugh. Rasanya aku ingin menghilang dari bumi ini saja. Masalahnya saat itu aku tidak sendirian. Aku sedang bersama teman best frend sedang menunggu jam kedua. Masalahnya lagi, baru lima menit yang lalu aku bertemu denganya dan aku sengaja tak menghiraukan panggilanya.
“hemm….kemarin liburan kemana aja, say? Bagi-bagi cerita dong!” Fahri masih aja nyerocos tanpa merasa bersalah sama sekali udah gitu pakai panggil say lagi menyebalkan!”. Mungkin saat itu mukaku seperti kepiting rebus yang hampir gosong menahan malu. Tapi dia malah tetap cuek dan tak mempedulikan perasaanku. Sementara itu aku senin sampai jum’at menghindar dari Fahri yang sok dekat.  
Fahri adalah teman sekelas kuliahku semester satu. Kami berasal dari kota yang sama dan kebetulan kami pernah dekat karena merasa sama-sama berasal dari satu desa mungkin, tapi sekarang dia sudah tidak sekelas lagi karena cuti kuliah. Dia orangnya periang, baik, perhatian tapi kadang terlalu mengatur. 
Tapi, entahlah bagaimana dengan Fahri. Dia memang terbuka, suka bergaul, bercanda, dan ngobrol dengan siapa saja. Sepertinya sekarang dia juga sudah cukup paham. Sekarang kami sama-sama bergabung di UKM INKAI Fahri sering latihan  dan aku paling hanya kalau lagi mood baru ikut. Aku sering kena marah sama senpai dan fahri sengaja gojlogin aku di depan teman-teman INKAI.
 “kok diem aja vir! Ngomong dong! Ngomong…..!” Disuruh ngomong malah aku semakin kikuk. Apa lagi kalau mengingat gayanya yang sok cool bergaya boy band korea yang sedang trend masa kini,’’ Ngomong dong, sayang….! Weeit….!
“Iya, ya, liburanku biasa-biasa aja kok. Pulang kampong Cuma seminggu, belum hilang kangenya sama orang rumah. Kemarin….gak jadi deh!” aku nyaris saja keterusan bicara. Aku nyaris saja cerita kalau kemarin aku ketemu sama dewi teman SMP, dulu mantanya fahri. Wah kalau tadi aku cerita, pasti obrolan nostalgia akan jadi panjang kali lebar. 
“ kemarin kenapa? Cerita dong….aku jadi penasaran nih.” Gak usah gak penting kok! Anggap aja tadi aku nggak ngomong apa-apa.” “Uh…..dari dulu kamu nggak berubah bikin orang penasaran.”
Aku Cuma mengiyem mendengarnya. “Eh,vir,vir. Kamu lihat orang itu gak?” kali ini fahri mengalihkan pembicaraan. Matanya mengarah pada seorang cewek berbaju pink di seberang. “Emangnya kenapa?” Aku terpancing ingin tahu. “Itu tuh, bajunya kok nggak match ya. Lihat tuh, bajunya pink bawahanya biru tua, jilbabnya ungu terong, eh tasnya pulkadot merah. Bagusan kan kalau roknya item dan tasnya apa gitu kek, yang penting jangan pulkadot merah jilbabnya juga harusnya kan pink. Aduh…..!” Fahri sok-sok memberikan penilaian bak seorang desainer sambil memukul-mukukan telapak tangan ke jidatnya. “Payah ah, penampilanya! Kalau kamu hari ini cukup match kok, Vir. Bagus-bagus fahri memandangi sekilas setelan coklat yang kupakai.
Aku sudah tidak tahan lagi mendengar komentar-komentarnya tadi. Siapa yang butuh komentar darinya? Kalau saja dia bukan fahri dia sudah aku tonjok dengan jurus karateku dari tadi. Hiiiiiiihh!
“Plis dong, akh! Penting nggak sih buat kamu? Kasian lagi kalau beliaunya denger kamu ngomongin dia kaya gitu. Bisa kehilangan pede. Lagian harusnya kan kamu jaga pandangan !” jawabku ketus disertai tampang bête.
“Emang gak boleh ya komentar kaya gitu? Kalau aku malah seneng kalau ada yang ngritik. Ah, wanita memang susah di mengerti.”
Aku menahan diri untuk tidak berkomentar sambil mengepal-kepalkan telapak tanganku di samping baju. Rasanya sudah mendidih sampai ke otak dan sebentar lagi meledak (DER…). Melawan kata-katanya hanya akan memicu perdebatan yang sulit diramalkan endingnya.
“Eh, udah deh, aku pergi dulu ya.” Tiba-tiba rongga dadaku lega mendengar kalimat terakhirnya itu. Lega.
  “ Tapi, sebelumnya liatin muka saya ada coretanya nggak?” saking gembiranya, aku langsung menuruti persyaratan untuk membuatnya menghilang dari hadapanku. Akupun mendongak menatap wajahnya tepatnya bertatapan muka dengan muka.” Nggak ada apa-apa, kok,” jawabku sambil mengerutkan jidat.
Makasih ya, say! Tapi bukanya kita nggak boleh memandang wajah lawan jenis sedekat ini? Sudah ya, wasalamu’alaikum….!”
Tinggal aku yang bengong dan gondok habis. Ugh…kena deh aku! Awas ya!
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

good